Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 28 April 2012

Mekanisme Peradangan


Mekanisme Peradangan

Peradangan adalah reaksi jaringan terhadap kerusakan yang cukup untuk menyebabkan kematian jaringan. Gejala radang utama diantaranya adalah nyeri, kemerahan, panas, kebengkakan, serta gangguan pada fungsi tubuh normal (Boden 2005). Menurut Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI (1973),
Tanda-tanda radang scara makroskopik diantaranya :
1.kemerahan (rubor) terjadi karena adanya peningkatan sirkulasi darah di daerah radang    dan vasodilatasi dari kapiler.
2.panas (calor) terjadi akibat peningkatan sirkulasi darah d daerah radang.
3.pembengkakan (tumor) disebabkan oleh adanya eksudat di jaringan daerah radang.
4.rasa nyeri (dolor) disebabkan oleh zat-zatmediator inflamasi seperti histamin dan adanya tekanan tehadap jaringan oleh eksudat.
Beberapa penyebab dari peradangan diantaranya adalah keberadaan benda asing di dalam jaringan dan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh agen infeksi, trauma fisik, radiasi, racun (kimia, biologi, organik), respon imun, alergi, serta suhu yang ekstrim. Apabila terjadi peradangan, maka agen penyebab radang dan kerusakan jaringan yang terjadi tersebut akan dilokalisasi dan dieliminasi dengan berbagai cara, diantaranya adalah melalui fagositosis oleh leukosit. Kondisi ini akan menyebabkan persembuhan jaringan yang rusak di lokasi radang. Apabila terjadi kelambanan atau ketidakmampuan proses eliminasi agen penyebab radang tersebut, maka akan menyebabkan peradangan menjadi berlanjut dan persembuhan akan terhambat.
Aktifitas peradangan yang diselenggarakan oleh mediator inflamasi dimulai dengan dilatasi pembuluh darah arterial dan pembuluh darah kapiler setempat untuk menciptakan kondisi hiperemi. Setelah itu, akan terjadi kontraksi endotel dinding kapiler yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler, sehingga akan terbentuk eksudat serous di interstisium daerah yang mengalami peradangan. Menurut Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI (1973), pembuluh darah kapiler yang sehat mempunyai permeabilitas yang terbatas, yaitu dapat dilalui oleh cairan dan larutan garam, tetapi sulit untuk dialui larutan protein yang berupa koloid. Apabila pembuluh darah kapiler cedera akibat peradangan, maka dinding pembuluh darah kapiler menjadi lebih permeabel dan akan lebih mudah dilalui oleh larutan protein yang berupa koloid. Peningkatan permeabilitas tersebut menyebabkan peningkatan jumlah cairan yang keluar dari pembuluh darah kapiler. Cairan tersebut akan mengisi jaringan sekitar radang dan menyebabkan edema, sehingga akan terlihat gejala radang yaitu pembengkakan. Larutan protein (koloid) dapat dengan mudah keluar melalui dinding pembuluh darah kapiler yang cedera/rusak tersebut. Molekul protein awal yang keluar dari pembuluh darah adalah albumin, kemudian diikuti oleh molekul-molekul protein yang lebih besar (globulin dan fibrinogen). Kondisi ini menyebabkan cairan edema mempunyai kadar protein yang tinggi. Kadar protein yang tinggi dalam plasma di jaringan tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik dalam jaringan, sehingga menghalangi cairan plasma tersebut masuk ke dalam pembuluh darah kapiler.
Selain itu, terjadi perubahan pengaliran sel-sel darah putih di dalam pembuluh darah di daerah yang mengalami radang. Apabila dalam kondisi normal, maka sel-sel darah putih akan mengalir di tengah arus. Sedangkan pada kondisi radang, sel-sel darah putih akan mengalami marginasi (mengalir mendekati dinding endotel). Sel-sel darah putih tersebut berperan dalam fagositosis agen penyebab radang, menghancurkan sel dan aringan nekrotik, serta antigen asing.
Kondisi radang akan terjadi aktifitas pengiriman sel-sel darah putih dari lumen pembuluh darah ke daerah yang mengalami radang atau ke lokasi yang mengalami kerusakan jaringan. Tahapan dalam pengiriman sel-sel darah putih tersebut diantaranya adalah :
- Sel-sel darah putih mengalir mendekati endotel pembuluh darah (marginasi).
- Sel-sel darah putih mendarat pada dinding endotel pembuluh darah dengan cara menggelinding di sepanjang endotel (rolling).
- Sel-sel darah putih berhenti dengan melekat pada reseptor di permukaan endotel (adhesi).
-  Sel-sel darah putih mengalami ekstravasasi/emigrasi (keluar dari dalam pembuluh darah) dengan cara menembus dinding endotel dan membran basal di bawah endotel. Keluarnya sel-sel darah putih terjadi secara diapedesis (melewati celah diantara endotel).
-  Sel-sel darah putih bermigrasi di jaringan interstisium, menuju ke pusat inflamasi karena adanya stimulus kemotaktik.
Mekanisme migrasi sel-sel darah putih keluar dari pembuluh darah dan menuju ke pusat inflamasi disebabkan oleh adanya bahan kemotaktik (mediator inflamasi, jaringan nekrotik, infeksi oleh mikroba, dan benda asing). Sel-sel darah putih (leukosit) yang berada di interstitium daerah radang akan bertindak sebagai sel-sel radang. Menurut Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI (1973), kemotaktik adalah pergerakan menuju arah tertentu yang disebabkan oleh zat-zat kimia. Kemotaktik menyebabkan leukosit bergerak langsung menuju ke jaringan yang cedera/rusak. Sel-sel darah putih terutama tertarik oleh zat-zat yang dilepaskan oleh bakteri (agen infeksi) dan zat-zat yang dilepaskan oleh jaringan yang cedera. Kemotaksis menyebabkan sel-sel darah putih menuju ke agen infeksi, sehingga akan terjadi fagositosis.
Mediator inflamasi yang terbentuk mempunyai kemampuan dalam meningkatkan potensi (aktivasi) sel-sel di daerah radang (sel radang, sel endotel, dan sel fibroblast). Mediator inflamasi pada umumnya terdapat dalam bentuk inaktif di berbagai sel dan plasma darah. Mediator inflamasi tersebut akan diaktifkan oleh adanya stimulus respon peradangan, diantaranya adalah nekrosa sejumlah sel atau adanya agen asing di dalam jaringan tubuh. Beberapa mediator inflamasi yang sudah diinaktifasi akan menjadi aktifator bagi mediator inflamasi lainnya yang masih inaktif. Sel yang ikut berperan dalam menghasilkan mediator inflamasi pada umumnya terdapat di daerah respon radang, sel-sel tersebut diantaranya adalah sel mast, leukosit, endotel, thrombosit, dan fibroblast. Selain itu, komponen interstitium yang juga berperan dalam menghsilkan mediator inflamasi diantaranya adalah cairan jaringan, serabut kolagen, dan membran basal. Menurut Vander et al. (1990), beberapa mediator inflamasi lokal yang penting diantaranya adalah kinin, komplemen, dan produk penggumpal darah yang dihasilkan oleh protein plasma, serta histamin, eikosanoid, dan platelet-activating factor yang dihasilkan oleh sel mast. Selain itu, mediator inflamasi lain diantaranya adalah monokin (interleukin 1 dan tumor necrosis factor) yang dihasilkan oleh monosit dan makrofag serta enzim lisosom yang dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil.
Histamin merupakan mediator inflamasi yang dihasilkan oleh sel mast jaringan ikat yang terletak di tepi vaskuler, basofil darah, dan thrombosit. Histamin mempunyai daya kerja memperluas (vasodilatasi) mikrovaskuler (arteriol kapiler) di daerah radang dan membuat lapisan endotel vaskuler menjadi kontraktif sehingga meninggalkan celah (peningkatan permeabilitas vaskuler). komplemen terdiri dari 20 komponen protein sebagai bagian dari plasma darah normal. Apabila terjadi stimulasi pada komplemen, maka komplemen akan membentuk komponen-komponen aktif, misalnya adalah C3a, C5a, C3b, dan C5-9. C3a dan C5a berperan sebagai stimulus pelepas histamin dari sel mast. C3b berperan sebagai opsonin bakteri sehingga lebih mudah difagositasi oleh makrofag dan neutrofil. C5a berperan sebagai aktivator pelepas mediator inflamasi dari neutrofil dan makrofag, menstimulasi adhesi leukosit pada endotel, serta bersifat kemotaktik terhadap leukosit. C5-9 berperan sebagai kompleks pelisis membran dengan cara melekat terlebih dahulu pada membran hidrofobik sel target (membran bakteri). Aktifasi sistem komplemen dapat dimulai dengan perlekatan antara komplemen C1 dengan IgM dan IgG pada kompleks antigen-antibodi. Selain itu, aktifasi sistem komplemen juga dapat dimulai dari komplemen C3 akibat kontak dengan permukaan mikroba, endotoksin, kompleks polisakarida, dan enzim lisosom produk neutrofil yang keluar ketika terjadi proses fagositosis. Sebagian besar komplemen dibentuk oleh hepatosit hati dan merupakan protein plasma darah. Jumlah komplemen akan mengalami peningkatan ketika terjadi proses peradangan, terutama peradangan yang bersifat sistemik.
Mediator inflamasi kinin terbentuk dari protein plasma faktor penggumpalan darah XII (faktor hageman) yang terstimulasi oleh adanya kontak antara protein plasma dengan jaringan subendotel yang terbuka ketika terjadi kerusakan endotel. Produk dari sistem kinin yang utama adalah bradykinin dan kallikrein. Bradykinin berperan dalam peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan peningkatan rasa nyeri. Kallikrein bersifat sebagai kemotaktik dan berperan sebagai aktivator komplemen C5. Menurut Vander et al. (1990), kinin juga berperan dalam aktivasi neuronal pain receptors.
Eikosanoid merupakan produk metabolisme asam arachidonik (prostaglandin, prostacyclin, thromboxanes, leukotrienes) dan berperan sebagai mediator inflamasi yang penting (Vander et al. 1990). Asam arachidonik merupakan bagian dari membran fosfolipid sel tubuh. Apabila terjadi kerusakan membran sel oleh pengaruh mekanik, kimiawi, dan fisik, atau komplemen C5a, maka akan terbentuk enzim fosfolipase yang akan melepaskan asam arachidonik dari membran sel yang rusak tersebut. Asam arachidonik tersebut selanjutnya akan mengalami metabolisme dengan menghasilkan metabolit (eikosanoid) yang bersifat sebagai mediator inflamasi. menurut Vander et al. (1990), terdapat dua cabang utama dari asam arachidonik, yaitu cabang yang dikatalisasi oleh enzim siklo-oksigenase dengan mengahsilkan prostaglandin, prostacyclin, dan thromboxanes. Sedangkan cabang lain adalah dikatalisasi oleh enzim lipoxygenase dengan menghasilkan leukotrienes.

Proses inflamasi dari eikosanoid diantaranya adalah kemotaktik, agregasi neutrofil, vasokonstriksi, bronkospasmus, peningkatan permeabilitas, dan vasodilatasi. Selain itu, prostaglandin juga dapat menimbulkan rasa nyeri (dolor).
Platelet Activating Factor (PAF) juga dilepaskan dari fosfolipid membran sel tertentu apabila sel mengalami kerusakan. Sel-sel tersebut diantaranya adalah basofil, sel mast, neutrofil, monosit, makrofag, thrombosit, dan endotel. Stimulasi pelepasan PAF pada sel basofil dan sel mast berasal dari perlekatan ganda antigen pada beberapa IgE di membran sel basofil dan sel mast. Aktifitas PAF sebagai mediator inflamasi mempunyai kemampuan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas yang lebih kuat daripada histamin. Selain menghsilkan agregasi dan mengaktifkan thrombosit, PAF juga berperan dalam agregasi leukosit, adhesi dengan endotel, kemotaksis, degranulasi, dan oxydative burst (peningkatan kandungan oksigen metabolit di dalam fagolisosom leukosit). Aktifitas oxydative burst berperan untuk meningkatkan fungsi perusakan terhadap agen yang telah difagositasi, dalam proses tersebut beberapa bagian oksigen metabolit ditumpahkan keluar fagolisosom leukosit dan dapat memperparah kerusakan jaringan di lokasi peradangan.
Mediator peradangan yang berperan dalam peradangan sistemik diantaranya adalah interleukin-1, interleukin-6, dan TNF yang merupakan sitokin yang diproduksi oleh leukosit dan dilepas ke sirkulasi darah. Stimulasi dari mediator peradangan sistemik tersebut diantaranya adalah agen infeksius, paparan xenobiotik (bahan asing yang bersifat merusak/toksik), dan respon imun. Adanya respon inflamasi sistemik tersebut menyebabkan hati akan memproduksi protein fase akut, seprti C-reaktif, komplemen, serum amyloid, dan protein koagulan darah secara lebih aktif.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

info yang bermanfaat dan menambah wawasan baru, terimakasih :)

http://goo.gl/ybyCE8

Posting Komentar